Interpreter

Berubah Mengikuti Perkembangan Zaman

Ada segmen Profil CEO dalam Harian Kompas edisi Senin, 18 Maret 2019 menampilkan Presiden Direktur Astra Grup Prijono Sugiarto yang bercerita mengenai perusahaan perlu adaptif, trengginas, dan inovatif agar mampu menghadapi tantangan. Beliau mencontohkan Astra yang tadinya memiliki porsi bisnis otomotif sebanyak 90% pada tahun 2001, kini menjadi sekitar 39%. Saya juga pernah mendengar langsung mengenai perubahan yang dilakukan oleh Fujifilm setelah bisnis film foto tidak lagi laku dengan semakin populernya kamera digital dan ponsel yang dapat digunakan juga untuk memoto.

Apa yang dilakukan oleh kedua contoh perusahaan tersebut adalah dalam rangka mempertahankan bisnis untuk tetap berjalan, sekalipun tantangan yang dihadapi dan kegiatan usaha yang dilakukan berbeda dengan pada saat awal berdirinya perusahaan.

Menurut saya, dunia penjurubahasaan Jepang-Indonesia pun mengalami berbagai macam tantangan dalam 10 tahun ini. Saya masih ingat sekitar tahun 2010, ketika itu banyak perusahaan manufaktur Jepang yang ekspansi ke Indonesia. Kawasan industri sepanjang jalan tol Cikampek pun menjadi semakin ramai. Permintaan juru bahasa Jepang untuk mendampingi survei lokasi pabrik, pengurusan izin, rekrutmen karyawan baru, dan hal-hal yang berhubungan dengan pendirian perusahaan sangat ramai.

Dua atau tiga tahun setelahnya, kali ini ramai dengan isu demo pekerja. Menjadi juru bahasa di antara dua pihak yang bertantangan menjadi pengalaman tersendiri karena di luar kemampuan berbahasa, kemampuan berkomunikasi, mengontrol emosi, dan menunjukkan sikap yang tidak berpihak adalah hal yang harus dimiliki dalam situasi tersebut.

Pada tahun 2014-2015, industri otomotif Indonesia menjadi lesu. Saya juga turut merasakan dampaknya karena mendapat cukup banyak pembatalan job juru bahasa dari pabrik-pabrik Jepang karena alasan efisiensi biaya.

Namun, di saat yang bersamaan, industri pariwisata justru sangat menggeliat. Apalagi Tokyo telah ditetapkan sebagai tuan rumah Olimpiade 2020 sehingga Jepang sangat giat untuk menarik wisatawan asing datang ke Jepang. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah dengan mengajak 1.000 pelaku usaha industri Jepang ke Indonesia dalam rangka melakukan promosi wisata Jepang (https://www.id.emb-japan.go.jp/news15_46.html). Konon, kegiatan tersebut menjadi ‘panen raya’ bagi para juru bahasa Jepang karena permintaannya yang banyak. Bahkan karena kehabisan ‘stok’ juru bahasa Jepang-Indonesia, siapa pun yang bisa bahasa Jepang diajak untuk terlibat dalam rangkaian acara tersebut.

Dalam 2-3 tahun terakhir ini, permintaan juru bahasa yang berhubungan dengan bisnis dan pemerintah semakin meningkat. Hal ini konon dipacu oleh berkurangnya investasi langsung, tetapi semakin meningkatnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan SDM dan kerja sama teknis.

Bercermin dari Astra dan Fujifilm seperti pada contoh di atas, menurut saya seorang juru bahasa, khususnya juru bahasa lepas, pun harus bisa berubah mengikuti zaman. Jika dulu cukup hanya memiliki pengetahuan mengenai gemba, kini akan lebih baik jika memiliki pengetahuan juga mengenai manajemen perusahaan, khususnya bidang legal dan akuntansi. Pengetahuan mengenai kebijakan pemerintah, baik Indonesia dan Jepang juga sebaiknya dimiliki agar dapat membaca tren perubahan atau tantangan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Bagaimana pun juga, pada akhirnya menjadi juru bahasa lepas sama dengan melakukan usaha. Sebuah usaha yang dilakukan secara profesional oleh individu seperti halnya pengacara atau dokter praktik. Agar usahanya dapat berjalan dengan lancar, tentunya perlu membuat strategi. Salah satunya adalah dengan membaca peluang pasar dan menyiapkan pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapinya.

Uncategorized

Catatan Awal Tahun 2019

Tahun baru 2019 sudah memasuki hari ke-4. Tadinya saya hendak membuat catatan akhir tahun, tetapi ternyata waktu berlalu begitu cepat…

Tahun 2018 merupakan tahun peringatan ke-60 hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia. Begitu banyak rangkaian acara seremonial antara kedua negara pada tahun lalu. Saya pun cukup beruntung karena dapat mengikuti beberapa acara di antaranya yang membuat jadwal saya sebagai juru bahasa cukup padat.

Pada tahun lalu juga diselenggarakan Asian Games dan Asian Para Games di Jakarta dan Palembang. Saya sendiri tidak terlibat langsung selama kedua acara tersebut, tetapi saya berkesempatan untuk mengikuti pertemuan yang melibatkan Japan Sport Agency. Apalagi, Tokyo akan menjadi tuan rumah Olimpiade dan Paralimpiade pada tahun 2020 nanti.

Sementara untuk penerjemahan, tahun lalu akhirnya saya mendapat lagi judul komik versi cetak yang baru. Bidang penerbitan memang menghadapi tantangan yang berat di tengah banyaknya bacaan-bacaan yang dapat dinikmati secara daring. Salah satu berita yang cukup mengejutkan di tahun lalu adalah berakhirnya Tabloid Bola yang terbit sejak tahun 1984. Saya pribadi juga cukup khawatir dengan keberlangsungan komik versi cetak karena penerjemahan komik daring yang saya kerjakan jauh lebih banyak. Untungnya masih ada pecinta komik setia yang rasanya tidak ‘puas’ kalau tidak mengoleksi komik. Selama ceritanya menarik, tampaknya komik versi cetak pun masih akan ada penggemarnya.

Proyek menarik lainnya adalah bekerja sama dengan agensi penerjemah Jepang yang kuat di bidang pertelevisian. Saya mendapat proyek ini berkat rekomendasi salah seorang Jepang yang dulu saya pernah bekerja sama dengannya sebagai juru bahasa. Tema proyeknya adalah memperkenalkan tentang Jepang. Tema yang menurut saya menarik karena membuat saya dapat mengenal Jepang semakin dalam lagi.

Tahun lalu pun saya masih berkesempatan untuk menjadi pembicara di salah satu kampus yang berada di Bekasi. Namun, berbeda dari biasanya yang mengangkat tema seputar penerjemah atau juru bahasa, kali ini saya diminta untuk membicarakan peluang kerja bagi lulusan sastra Jepang. Menurut saya tema ini sangat menarik karena masih banyak yang beranggapan bahwa pilihan karir lulusan sastra Jepang terbatas menjadi penerjemah saja.

Padahal, peluangnya ada macam-macam, apalagi jika memiliki kemampuan selain mampu berbahasa Jepang. Ditambah lagi Jepang juga ke depannya akan semakin terbuka dalam menerima tenaga kerja asing. Salah satu persyaratannya memang harus menguasai bahasa Jepang agar dapat berkomunikasi dengan lancar. Jika para lulusan sastra Jepang memperkaya kemampuan dirinya dengan bidang yang dibutuhkan oleh Jepang, mereka akan unggul karena seharusnya memiliki kemampuan bahasa Jepang yang lebih baik dibandingkan dengan yang baru belajar bahasa Jepang.

Selain hal-hal yang sudah rutin setiap tahunnya, pada tahun 2018 saya mendapatkan dua pengalaman baru, yaitu menjadi pengajar dan pembawa acara alias MC. Tawaran mengajar pertama datang dari salah satu agensi penerjemahan yang sudah lama bekerja sama dengan saya. Mereka ingin memupuk bibit penerjemah baru untuk persiapan seandainya proyek penerjemahan semakin banyak.

Sejujurnya, saya belum pernah mengajar mengenai penerjemahan secara rutin, kecuali untuk satu kali pertemuan saja sebagai pembicara. Oleh karena itu, awalnya saya sempat ragu untuk menerima tawaran mengajar ini. Sambil membongkar catatan ketika masih kuliah S2, saya pun mulai mencoba menyusun rencana pengajarannya sambil di bantu oleh staf dari agensi tersebut. Hasilnya mungkin belum bisa dikatakan sempurna, tetapi setidaknya para peserta memahami dasar-dasar dari penerjemahan dan menjadi terbuka wawasannya mengenai dunia penerjemahan.

Hal itu juga yang turut membantu saya untuk berani menerima tawaran untuk mengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung. Tawaran ini datang dari salah seorang rekan juru bahasa yang juga merupakan Ketua Prodi Bahasa Jepang di kampus tersebut. Saya pribadi sangat berharap agar akan ada semakin banyak penerjemah bahasa Jepang yang berkualitas di Indonesia. Semoga yang saya lakukan ini juga dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut.

Seperti yang sudah ditulis di atas, pengalaman baru saya lainnya di tahun 2018 adalah menjadi MC. Tawaran ini sebenarnya tidak pernah ada dalam bayangan saya. Awalnya saya hanya bekerja sama dengan sebuah EO (event organizer) sebagai juru bahasa. EO tersebut juga sebenarnya pernah bertanya kepada saya apakah saya tertarik untuk menjadi MC. Oleh karena dunia yang menurut saya sangat berbeda, ketika itu saya hanya berkata akan memikirnnya sambil terus menjadi juru bahasa untuk acara-acara yang diselenggarakan oleh EO tersebut.

Hingga suatu ketika dalam suatu acara di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, ada EO lain yang memberikan tawaran untuk menjadi MC setelah melihat saya dalam acara tersebut. Saya pun akhirnya menerima tawaran dari mereka karena mereka meyakinkan saya untuk membantu saya agar dapat menjadi MC yang baik dan pada kenyataannya pun memang demikian. Dukungan dari tim yang luar biasa membuat saya dapat terus belajar untuk menjadi MC yang lebih baik lagi. Hal ini pun tidak terlepas dari kemampuan bahasa Jepang yang saya miliki karena klien dari EO tersebut umumnya adalah perusahaan atau organisasi pemerintah Jepang. Oleh karena itu, mereka cenderung memilih 1 orang MC yang mampu berbicara dalam bahasa Jepang dan Indonesia sekaligus, alih-alih menyediakan 2 orang MC.

Nah, apa yang kira-kira akan terjadi di tahun 2019 ini? Yang pasti, tahun ini merupakan peringatan 30 tahun kota persahabatan antara Jakarta dan Tokyo. Selain itu, menjelang Olimpiade dan Paralimpiade tahun depan di Tokyo, kemungkinan besar masih akan ada banyak acara promosi di bidang pariwisata. Tidak tertutup kemungkinan juga akan ada kegiatan rekrutmen seiring dengan semakin terbukanya Jepang terhadap tenaga kerja asing seperti yang sempat disinggung juga oleh Kaisar Jepang dalam pidato awal tahunnya.

Semoga hubungan Jepang dan Indonesia dapat menjadi semakin erat dan harmonis. Kemudian, semoga semakin banyak penerjemah dan juru bahasa Jepang yang akan menjembatani komunikasi kedua negara. (^^)v

Penerjemahan

Omotenashi: Keramahan Ala Jepang

Sebuah percakapan dalam suatu acara:

“Kenapa orang Jepang-nya pakai penerjemah? Padahal dia cukup fasih bahasa Inggris-nya.”

“Mungkin dia takut tamunya yang tidak bisa bahasa Inggris.”

“Ah, itu tidak mungkin. Tamunya, ‘kan, berpendidikan tinggi semua.”

Saya pernah mengalami percakapan sejenis beberapa kali. Seperti yang pernah saya gambarkan dalam komik 4 panel, ada kalanya salah satu pihak tidak dapat menangkap dengan baik bahasa Inggris pihak lain. Sehingga, keberadaan penerjemah dapat membantu agar penyampaian pesan menjadi jelas.

Satu hal lagi, menurut saya ini merupakan salah satu bentuk dari omotenashi orang Jepang. Omotenashi adalah cara dalam melayani tamu dengan tujuan membuat nyaman sang tamu. Kata omotenashi sendiri sudah ada sejak lama, tetapi kata ini menjadi sangat populer di Jepang karena presentasi Christel Takigawa di International Olympic Committee dalam rangka penentuan tuan rumah Olimpiade tahun 2020. Cara penyampaiannya yang unik ketika mengucapkan omotenashi, membuat kata ini menjadi kata populer di Jepang pada tahun 2013.

Dengan terpilihnya Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade tahun 2020, Jepang mulai berbenah untuk menyambut pada tamu yang akan datang ke negerinya. Hal ini mengingatkan saya ketika penyelenggaraan Piala Dunia tahun 2002. Ketika itu stasiun-stasiun besar yang ada di Jepang mulai dipasangi nama-nama stasiun dalam huruf latin. Selain itu, mereka juga menyiapkan peta area di sekitar stasiun dalam bahasa Inggris.

Belajar dari pengalaman penyelenggaraan Piala Dunia 2002, Jepang merasa mereka perlu meningkatkan lagi pelayanannya menjelang Olimpiade Tokyo 2020, khususnya karena adanya perbedaan budaya. Salah satu upayanya adalah dengan gencar memperkenalkan budaya mereka ke dunia agar orang asing tidak terlalu ‘kaget’ ketika datang Jepang.

Di dalam negeri pun mereka mulai berbenah dengan menempatkan orang-orang yang dapat berbahasa asing di tempat-tempat keramaian. Situs-situs wisata pun mulai tersedia tidak hanya dalam bahasa Inggris saja. Tokyo Disney Resort yang mengelola Tokyo Disneyland dan Tokyo DisneySea bahkan menyediakan situsnya dalam bahasa Indonesia.

Penerjemahan adalah menyampaikan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Dalam kasus bahasa Jepang, omotenashi merupakan pesan yang tersirat. Seorang penerjemah bahasa Jepang tentunya harus dapat menangkap pesan tersebut agar keramahan yang dimaksud oleh orang Jepang juga dapat tersampaikan dengan baik.

 

Interpreter

Menambah Populasi Penerjemah Jepang

Beberapa waktu yang lalu saya mendengar cerita bahwa ada sebuah lembaga pemerintah Jepang yang mencari penerjemah (interpreter) Inggris-Indonesia. Ketika pertama kali mendengarnya, saya pikir karena orang asingnya bukan orang Jepang. Namun ternyata yang mengejutkan adalah ternyata justru orang asingnya adalah orang Jepang!

Saya jadi teringat dengan seminar mengenai Jepang yang diselenggarakan di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu pembicaranya ketika itu membahas mengenai perbandingan pembelajar bahasa Jepang di negara-negara Asia Tenggara. Bagi saya, hasil penelitiannya cukup mengejutkan. Pembicara tersebut mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pembelajar bahasa Jepang terbesar di Asia Tenggara. Indornsia bahkan merupakan negara dengan jumlah pembelajar bahasa Jepang terbesar ke-2 di dunia. Namun jumlah pemegang sertifikat JLPT N1-nya jauh di bawah Thailand dan Vietnam. 

Secara tidak langsung hasil penelitian tersebut berdampak pada cerita di awal. Sedikitnya pembelajar bahasa Jepang yang menguasai bahasa Jepang dengan baik tentunya mempengaruhi jumlah penerjemah bahasa Jepang-Indonesia. Walaupun JLPT bukan alat untuk mengukur kemampuan dalam melakukan penerjemahan, setidaknya hal itu dapat menunjukkan seberapa baik penguasaan bahasa Jepang-nya. Tanpa menguasai bahasa Jepang yang baik, sudah tentu akan sulit untuk menjadi penerjemah yang baik.

Secara pribadi saya senang karena saat ini sudah cukup banyak akses untuk dapat mendengar bahasa Jepang. Mulai dari sekadar salam di restoran Jepang sampai saluran khusus Jepang di televisi berbayar. Saya rasa hal ini dapat menambah “kepekaan” akan bahasa Jepang. Tiket pesawat ke Jepang yang semakin murah dan berlakunua bebas visa bagi pemegang e-paspor juga membuat orang Indonesia semakin mudah untuk mengunjungi Jepang.

Kembali ke masalah penerjemah bahasa Jepang. Saya pribadi tentunya ingin orang Jepang menggunakan penerjemah Jepang-Indonesia, bukan Inggris-Indonesia. Untuk itu perlu dimulai dari menambah populasinya terlebih dulu, khususnya populasi penerjemah freelance. Semakin banyaknya populasi dapat melahirkan persaingan sehingga dapat memunculkan keinginan untuk meningkatkan kemampuan dalam penerjemahan agar dapat terus bersaing.

Semoga ke depannya akan semakin banyak penerjemah bahasa Jepang-Indonesia yang berkualitas, agar “lahannya” tidak diambil oleh penerjemah bahasa asing lain.

Penerjemahan

Proses Penerjemahan Komik Jepang

 Tahun ini saya memasuki tahun ke-6 sebagai penerjemah komik Jepang. Sudah lebih dari 20 judul dengan lebih dari 130 volume komik yang telah saya terjemahkan. Beberapa di antaranya ada yang sudah tamat, tetapi banyak juga yang masih berlangsung serinya.

Dalam blog ini saya pernah berbagi mengenai tips untuk mengikuti tes penerjemah komik. Kali ini saya hendak berbagi mengenai proses penerjemahan komik.

Proses pertama tentunya menerima komik yang akan diterjemahkan dari pihak penerbit. Selain salinannya, penerbit juga menyertakan komik aslinya. Tujuannya adalah untuk memeriksa kelengkapan halaman dan teks-teks yang tidak jelas dalam salinan.

  

Proses selanjutnya adalah memberi nomor pada balon-balon dialog, efek suara, narasi, dam teks-teks lainnya yang harus diterjemahkan. Nomor dituliskan secara berurutan dari 1 dengan menggunakan spidol berwarna merah. Pada saat memberikan nomor, kadang ada balon dialog atau teks yang terlewat untuk dinomori. Biasanya saya menyiasatinya dengan memberi tambahan “-1” dari nomor sebelumnya. Contohnya, jika dialog yang terlewat berada di antara no. 103 dan no. 104, maka saya akan beri nomor 103-1 untuk dialog yang terlewat tersebut.

  
Penomoran untuk teks tidak langsung dibubuhkan dalam kotak gambar, melainkan diberi tanda bitang (*). Nomornya sendiri dicantumkan di luar kotak gambar (contoh: *20). Hal ini dikarenakan komik-komik terbitan Level Comics umumnya tidak menerjemahkan teks yang ada di dalam kolom gambar.

  
Setelah penomoran selesai, barulah mulai diterjemahkan di komputer sesuai dengan nomornya. Satu komik rata-rata terdapat 1500 nomor. 

  
Proses selanjutnya adalah memeriksa hasil terjemahan secara keseluruhan. Selain memeriksa kalimat-kalimat yang janggal dan salah ketik, fungsinya adalah untuk mendapatkan gambaran keseluruhan untuk dibuatkan sinopsis yang biasanya dicetak di bagian belakang buku.

Setelah semuanya selesai, file terjemahan dikirim ke redaksi melalui surel. Sedangkan salinan dan komik aslinya dikirim melalui pos.

Batas waktu yang diberikan untuk menerjemahkan komik adalah 2 minggu untuk 1 komik. Bagi saya pribadi waktu yang diberikan tersebut sudah lebih dari cukup. Biasanya saya tidak memerlukan waktu yang lama jika hanya menerjemahkan komik (gambar). Namun untuk komik seperti The Drops of God atau Black Swindler, biasanya lebih lama karena ada narasi di bagian belakangnya.

Mudah-mudahan tulisan di atas bisa menjadi gambaran mengenai proses penerjemahan komik Jepang.

Penerjemahan

Proses Penerjemahan Komik Jepang

 Tahun ini saya memasuki tahun ke-6 sebagai penerjemah komik Jepang. Sudah lebih dari 20 judul dengan lebih dari 130 volume komik yang telah saya terjemahkan. Beberapa di antaranya ada yang sudah tamat, tetapi banyak juga yang masih berlangsung serinya.

Dalam blog ini saya pernah berbagi mengenai tips untuk mengikuti tes penerjemah komik. Kali ini saya hendak berbagi mengenai proses penerjemahan komik.

Proses pertama tentunya menerima komik yang akan diterjemahkan dari pihak penerbit. Selain salinannya, penerbit juga menyertakan komik aslinya. Tujuannya adalah untuk memeriksa kelengkapan halaman dan teks-teks yang tidak jelas dalam salinan.

  

Proses selanjutnya adalah memberi nomor pada balon-balon dialog, efek suara, narasi, dam teks-teks lainnya yang harus diterjemahkan. Nomor dituliskan secara berurutan dari 1 dengan menggunakan spidol berwarna merah. Pada saat memberikan nomor, kadang ada balon dialog atau teks yang terlewat untuk dinomori. Biasanya saya menyiasatinya dengan memberi tambahan “-1” dari nomor sebelumnya. Contohnya, jika dialog yang terlewat berada di antara no. 103 dan no. 104, maka saya akan beri nomor 103-1 untuk dialog yang terlewat tersebut.

  
Penomoran untuk teks tidak langsung dibubuhkan dalam kotak gambar, melainkan diberi tanda bitang (*). Nomornya sendiri dicantumkan di luar kotak gambar (contoh: *20). Hal ini dikarenakan komik-komik terbitan Level Comics umumnya tidak menerjemahkan teks yang ada di dalam kolom gambar.

  
Setelah penomoran selesai, barulah mulai diterjemahkan di komputer sesuai dengan nomornya. Satu komik rata-rata terdapat 1500 nomor. 

  
Proses selanjutnya adalah memeriksa hasil terjemahan secara keseluruhan. Selain memeriksa kalimat-kalimat yang janggal dan salah ketik, fungsinya adalah untuk mendapatkan gambaran keseluruhan untuk dibuatkan sinopsis yang biasanya dicetak di bagian belakang buku.

Setelah semuanya selesai, file terjemahan dikirim ke redaksi melalui surel. Sedangkan salinan dan komik aslinya dikirim melalui pos.

Batas waktu yang diberikan untuk menerjemahkan komik adalah 2 minggu untuk 1 komik. Bagi saya pribadi waktu yang diberikan tersebut sudah lebih dari cukup. Biasanya saya tidak memerlukan waktu yang lama jika hanya menerjemahkan komik (gambar). Namun untuk komik seperti The Drops of God atau Black Swindler, biasanya lebih lama karena ada narasi di bagian belakangnya.

Mudah-mudahan tulisan di atas bisa menjadi gambaran mengenai proses penerjemahan komik Jepang.

Etika Jepang

Tata Cara Tukar Menukar Kartu Nama dengan Orang Jepang

“Ketika memberi kartu nama, pegang kartu namanya dengan kedua tangan dan berikan dengan kartu nama menghadap ke orang yang mau diberikan kartu namanya.”

“Mohon maaf, saya belum mengajarkan staf saya tata krama yang baik.”.

Cuplikan kalimat di atas adalah kalimat yang disampaikan oleh orang Jepang ketika saya sedang mendampingi klien. Tata krama memang penting bagi orang Jepang terlebih lagi untuk urusan bisnis. Salah satu tata krama dasar yang wajib dikuasai adalah tata cara tukar-menukar kartu nama. Kedengarannya hal yang sepele, tetapi dampaknya sangatlah besar. 

Tukar-menukar kartu nama dilakukan pada saat pertama kali bertemu dengan orang lain. Tata caranya adalah sebagai berikut:

1. Keluarkan kartu nama dari dompet kartu nama.

2. Pegang kartu nama dengan kedua tangan dengan kartu nama menghadap ke arah lawan bicara agar dapat terbaca dengan jelas dan sebutkan nama Anda.

3. Ambil kartu nama lawan bicara dengan tangan kanan memegang sisi kanan kartu nama lawan bicara.

4. Baca dengan baik nama dan jabatan dengan segera setelah menerima kartu namanya.

5. Kartu nama tidak boleh segera disimpan selama masih berbicara. Apabila situasinya berdiri seperti dalam resepsi atau pameran, maka letakkan kartu nama di atas dompet kartu nama dan pegang dengan sebelah tangan selama berbincang. Apabila situasinya duduk seperti dalam rapat, maka letakkan kartu nama di atas meja. Kartu nama baru boleh disimpan setelah pembicaraan selesai.

Dengan mengetahui tata cara di atas, maka kejadian seperti di awal tulisan ini tidak akan terjadi. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi para pembaca khususnya yang sering berhubungan dengan orang Jepang.

Uncategorized

Melihat Jepang Melalui Dorama

Pada 6 Juni 2015 yang lalu J Series Festival di adakan di Jakarta. Acara tersebut merupakan ajang untuk memperkenalkan drama TV Jepang di Indonesia. Jepang memang sedang berusaha untuk mengenalkan budayanya melalui drama TV, terlebih lagi beberapa tahun belakangan ini drama TV Korea lebih banyak di tayangkan di TV lokal Indonesia.

Saya sendiri suka menonton drama Jepang, apalagi setelah WakuWaku Japan mulai mengudara di TV berbayar. Namanya juga drama, tentu saja adegan-adegannya kadang dibuat berlebihan dan kadang tidak sesuai dengan kenyataannya. Walaupun begitu, secara pribadi saya merasa drama bisa menjadi “pintu masuk” ke dalam kebudayaan Jepang.

Terlepas dari adegan-adegan yang berlebihan, sebenarnya cukup banyak hal-hal umum mengenai Jepang yang dapat dilihat melalui drama. Contohnya adalah minum-minum setelah pulang kerja, festival sekolah, cara berbicara yang berbeda berdasarkan usia dan jenis kelamin, sopan santun dan sebagainya.

Tidak sedikit juga drama yang pada akhirnya memberikan pengaruh pada kehidupan nyata. Salah satu drama yang mempengaruhi kehidupan nyata adalah drama Hanzawa Naoki. Drama yang episode terakhirnya meraih rating lebih dari 40% ini telah mempengaruhi para pekerja Jepang sehingga mereka mulai berani menentang atasan yang sewenang-wenang. Suatu sikap yang tidak terbayangkan pada tahun 1980-an.

Seperti yang disampaikan oleh Yuki Furukawa, aktor yang menjadi bintang tamu di J Series Festival, salah satu daya tarik drama Jepang adalah variasi genrenya. Tidak melulu drama romantis, terdapat juga drama bertema “berat” seperti Hanzawa Naoki yang mengangkat tema ekonomi, selain juga yang umum seperti drama yang bergenre komedi dan keluarga.

Saat ini saya sedang mengikuti drama The Emperor’s Cook yang sedang ditayangkan di WakuWaku Japan setiap Sabtu pukul 20.00. Drama berlatar Jepang di awal tahun 1900-an ini diangkat berdasarkan kisah nyata seorang pemuda yang pada akhirnya menjadi koki Kaisar Jepang. Tahukah anda bahwa hidangan resmi di Istana Kaisar Jepang adalah masakan Prancis? Mungkin nantinya di dalam drama ini akan dijelaskan mengapa bukan masakan Jepang yang dipilih menjadi hidangan resmi istana.

Uncategorized

Demam Batu Akik, Baca Juga Komik Adamas!

Akhir-akhir ini Indonesia sedang dilanda demam batu akik. Saya mulai sering melihat para penjual dan pengasah batu di pinggir jalan. Pameran mengenai batu akik dan batu mulia pun semakin sering diadakan di berbagai kota di Indonesia.

Pada tahun 2012, saya mendapat kesempatan untuk menerjemahkan komik karya Ryoji Minagawa yang berjudul Adamas. Komik ini berceritakan tentang seorang jewerly master atau penguasa batu permata dalam memerangi organisasi jahat yang berusaha menguasai pasar batu permata di seluruh dunia.

DSC_1255

Komik ini pun menceritakan mengenai kekuatan-kekuatan yang dipercayai dimiliki oleh batu permata. Contohnya adalah berlian yang dipercaya sebagai batu yang tidak terkalahkan, alexandrite yang dipercaya dapat memanipulasi cahaya atau kristal yang dipercaya dapat menyembuhkan dan mencegah penuaan.

Bagi yang sedang demam batu akik dan batu mulia, tidak ada salahnya mengikuti kisah dalam komik ini untuk menambah wawasan mengenai seluk-beluk batu.

Uncategorized

Honor Penerjemah

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat milis dari HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia) mengenai tarif acuan penerjemahan. Jika melihat tabel tarif tersebut, bahasa Jepang termasuk yang tarif penerjemahannya paling mahal yaitu, Rp. 200.000/halaman jadi. Tarif tersebut hanyalah acuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga pada dasarnya penerjemah boleh saja mematok harga yang lebih tinggi ataupun lebih rendah berdasarkan pertimbangan masing. masing. Perlu diperhatikan juga bahwa tarif yang berlaku untuk penerjemahan buku akan berbeda. Untuk penerjemahan buku, tarifnya berkisar dari Rp. 7.500 hingga Rp. 20.000 per halaman jadi. Untuk melihat tarif acuan penerjemahan selengkapnya bisa klik disini.

Lalu, bagaimana dengan penerjemahan komik? Tentunya tarif yang berlaku adalah tarif penerjemahan buku. Honor untuk menerjemahkan komik tarifnya bervariasi berdasarkan banyaknya jumlah dialog dan tingkat kesulitan bahasa Jepang yang digunakan dalam komik. Pengalaman saya pribadi, honor yang selama ini pernah saya terima nilainya bahkan lebih tinggi dibandingkan tarif acuan yang ditentukan oleh pemerintah.

Jadi, bagi yang ingin coba menjadi penerjemah komik, jangan khawatir tentang honornya. Semakin banyak jumlah komik yang diterjemahkan, maka semakin besar jumlah honornya. Nilainya bisa hampir setara kerja kantor untuk entry level kelas staf, lho. Untuk lowongan penerjemah komik, bisa lihat blog saya disini.

Selamat mencoba ^^