Penerjemahan, tips

Lima Tips untuk Meningkatkan Produktivitas Penerjemahan

Pada umumnya penerjemah dibayar berdasarkan jumlah huruf, kata, atau halaman yang diterjemahkannya. Semakin banyak yang diterjemahkan, semakin besar pula penghasilannya. Produktivitas penerjemah dapat diukur dari banyaknya teks sumber yang diterjemahkan dalam satu hari. Tulisan ini akan berbagi mengenai tips untuk meningkatkan produktivitas penerjemahan, khususnya penerjemahan bahasa Jepang.

1. Meningkatkan kemampuan membaca bahasa Jepang

Tugas penerjemah dimulai dari membaca teks sumber. Penerjemah bahasa yang menggunakan huruf latin tidak akan memiliki kendala untuk membaca teks sumber. Namun, bagi penerjemah bahasa Jepang, “PR besar” justru dimulai pada tahap ini. Ibarat iklan sosial zaman dahulu, tidak sedikit penerjemah yang “membaca saja aku sulit”. Ini sebenarnya bukan hal yang aneh karena penutur aslinya pun ada yang mengalami hal yang sama.

Ketika menemukan huruf kanji yang tidak dapat dibaca, biasanya penerjemah akan mencari tahu cara bacanya dengan membuka kamus atau mencarinya di internet. Bukan masalah besar jika teks sumbernya adalah Word atau Excel yang dapat disalin-rekat. Namun, jika teks sumbernya adalah tulisan tangan atau hasil pindai yang tidak dapat disalin, butuh waktu ekstra untuk dapat menemukan cara bacanya. Proses mencari cara bacanya ini tentu akan mengganggu produktivitas penerjemahan.

Kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan sering-sering membaca. Bahan bacaannya tidak harus berupa bacaan yang berat. Cukup dimulai dari bacaan yang ringan seperti tulisan di media sosial. Minat baca akan meningkat jika topik bacaannya adalah sesuatu yang disukai.

Dengan sering membaca, frekuensi untuk “bertemu” huruf kanji akan meningkat. Dalam topik yang sama, biasanya akan sering muncul huruf kanji yang sama sehingga secara alami akan terbiasa dengan huruf-huruf tersebut. Jika sudah lancar membaca, waktu untuk mencari tahu cara baca akan berkurang sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada proses penerjemahan.

2. Meningkatkan kemampuan mengetik

Setelah lancar membaca, penerjemah dapat meningkatkan produktivitasnya dengan cara mengetik cepat. Tentunya dengan syarat kemampuan menerjemahkannya juga secepat mengetiknya. Idealnya adalah selesai membaca, jari tangan sudah langsung mengetik bersamaan dengan proses penerjemahan di dalam otak.

Pada zaman masih menggunakan mesin ketik, ada banyak tempat kursus yang menyediakan kursus mengetik 10 jari. Sesuai namanya, kegiatan mengetik dilakukan dengan menggunakan seluruh jari sehingga dapat dilakukan dengan cepat. Kebutuhan untuk mengetik cepat menggunakan 10 jari masih ada walaupun zaman sudah berubah menggunakan komputer. Namun, saat ini mungkin sudah tidak ada tempat kursus yang menyediakan kursus mengetik 10 jari.

Beruntunglah karena sudah ada internet. Walaupun bukan kursus, setidaknya ada situs-situs web yang menyediakan simulasi latihan untuk mengetik cepat. Bagi yang hendak latihan mengetik cepat dalam bahasa Indonesia, silakan untuk mencobanya di situs web ini: https://10fastfingers.com/typing-test/indonesian

3. Menguasai tombol cepat di papan ketik

Atlet e-sport yang jago biasanya sangat menguasi tombol cepat di papan ketik. Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu menggeser tangan ke mouse. Kalau mengikuti prinsip tujuh hal sia-sia (nanatsu no muda) yang umum diterapkan di manufaktur Jepang, menggeser tangan dari papak ketik ke mouse dapat dikategorikan sebagai sia-sia dalam gerakan (dousa no muda) dan sia-sia dalam perpindahan (idou no muda).

Mengikuti prinsip kaizen, kesia-siaan tersebut harus dihilangkan. Caranya adalah dengan menjalankan fungsi-fungsi mouse menggunakan papan ketik. Misalnya, jika selama ini memblok tulisan dilakukan dengan cara menahan tombol kanan pada mouse, mulailah diganti dengan cara menahan tombol Shift sambil menekan arah panah sesuai area yang ingin diblok.

Salah satu tombol cepat favorit saya adalah Alt+Tab. Fungsinya adalah untuk berganti layar dengan cepat sehingga tidak perlu menggerakkan mouse setiap kali beralih antara Word dengan peramban internet. Untuk daftar tombol cepat lainnya dapat dilihat di sini: https://tekno.kompas.com/read/2015/09/01/09550827/Daftar.Lengkap.Jalan.Pintas.untuk.Windows.10

4. Menggunakan CAT Tool

Jika ketiga hal di atas telah dikuasai dan merasa sudah tidak dapat meningkatkan produktivitas lagi, mungkin sudah saatnya untuk menggunakan CAT tool. Bagi yang masih asing, CAT tool adalah sebuah perangkat lunak untuk membantu proses penerjemahan. Referensi sederhananya dapat dilihat di sini: https://id.wikipedia.org/wiki/Penerjemahan_berbantuan_komputer

Konon, penerjemah yang menggunakan CAT tool dapat meningkatkan produktivitasnya sampai dengan 40%. Penguasaan tombol cepat juga sangat berguna untuk mengoptimalkan penggunaan perangkat lunak ini.

5. Menggunakan dua layar atau lebih

Dua layar lebih baik daripada satu layar. Dengan adanya layar kedua, penerjemah dapat secara bersamaan menatap layar kerja dan layar referensi. Layar kedua yang dihubungkan ke komputer dapat berupa layar monitor, TV, atau tablet.

Bagi yang suka bekerja sambil nongkrong di kafe, aplikasi Duet Display di tablet dapat mengubah iPad atau tablet Andoid menjadi layar kedua dari laptop. Informasi lebih lanjut mengenai Duet Display dapat dilihat di sini: https://www.duetdisplay.com/

Semoga tips-tips yang telah disebutkan di atas bermanfaat.

Penerjemah, Penerjemahan

Referensi Tentang Indonesia Dalam Bahasa Jepang

Idealnya penerjemah dan juru bahasa melakukan penerjemahan secara satu arah ke bahasa ibu. Untuk kasus orang Indonesia, bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia. Namun, bukan berarti orang Indonesia tidak boleh menerjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Tantangannya terletak pada kealamian hasil terjemahan. Dalam tulisan ini, saya mencoba berbagi mengenai referensi tentang Indonesia yang ditulis dalam bahasa Jepang.

  1. Situs web Kedutaan Besar Jepang di Indonesia

Situs web Kedubes Jepang dapat menjadi salah satu referensi mengenai Indonesia karena situs ini secara rutin memberi pengumuman bagi warga Jepang yang tinggal di Indonesia. Istilah-istilah dalam bahasa Indonesia pun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang sehingga penerjemah dapat langsung menggunakannya.

Pengumuman dari Kedubes Jepang dapat dilihat di: https://www.id.emb-japan.go.jp/jakarta.html

2. Situs berita

Ada dua situs berita yang dapat dijadikan referensi, yaitu Jakarta Shimbun dan NNA. Pada dasarnya, untuk dapat membaca seluruh berita di kedua situs web tersebut adalah berbayar. Namun, keduanya menyediakan juga artikel yang dapat dibaca gratis. Setidaknya, judul beritanya masih dapat dilihat secara gratis sehingga masih dapat digunakan sebagai referensi.

Situs web Jakarta Shimbun: https://www.jakartashimbun.com

Situs web NNA: https://www.nna.jp/news/list?country=idr

3. Situs web JETRO

Dalam situs ini terdapat banyak informasi mengenai Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan ekonomi dan perdagangan.

Situs web JETRO mengenai Indonesia: https://www.jetro.go.jp/world/asia/idn/

Demikian beberapa referensi yang dapat digunakan dalam penerjemahan ke bahasa Jepang. Semoga bermanfaat.

Penerjemahan

Jangan Terlalu Setia Dengan Teks Sumber

Dalam penerjemahan, ada metode yang namanya metode penerjemahan setia. Metode tersebut akan menghasilkan penerjemahan yang bermakna kontekstual, tetapi struktur kalimat dan teksnya masih dibatasi oleh tata bahasa sumber.

Hasilnya, kadang-kadang terjemahan masih terlihat kaku walaupun maknanya telah diterjemahkan dengan baik. Terlepas dari struktur kalimatnya, cukup sering terjadi ‘kesetiaan’ yang berlebihan dalam penerjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Kesetiaan tersebut ditunjukkan dengan sama sekali tidak mengganti teks yang tertulis dalam bahasa Jepang. Umumnya kesetiaan tersebut dapat terlihat pada penulisan tanda baca.

Berikut ini adalah tiga ‘kesetiaan’ berlebihan yang sering ditemui dalam penerjemahan bahasa Jepang ke bahasa Indonesia.

1. Setia dengan tanda kutip Jepang (「 」)

Tanda kutip Jepang memiliki beberapa fungsi. Ada fungsi yang sama seperti fungsi tanda petik (“ “) dalam bahasa Indonesia, yaitu untuk mengapit petikan langsung, mengapit judul, dan mengapit istilah khusus. Oleh karena itu, tanda kutip Jepang pada dasarnya dapat diganti dengan tanda petik.

Namun, tergantungnya dari konteksnya, tanda kutip Jepang dapat juga dihilangkan pada saat diterjemahkan. Sebagai gantinya, padanan untuk kata-kata yang terdapat dalam tanda kutip Jepang dapat ditulis dengan huruf cetak miring atau huruf kapital pada setiap awal katanya.

2. Setia dengan tanda titik di tengah (・)

Tanda titik di tengah memiliki makna kata ‘dan’ dan ‘atau’. Konon orang Jepang sendiri juga sering tidak tahu persis makna mana yang dirujuk, tetapi biasanya lebih sering berfungsi sebagai kata ‘dan’. Ketika menerjemahkan, penerjemah harus memperhatikan dengan baik makna sesungguhnya yang dimaksud oleh tanda tersebut.

Untuk lebih amannya, bisa saja diterjemahkan dengan kata “dan/atau”. Dengan cara tersebut, apa pun makna tanda titik di tengah, akan dapat terwakili terjemahannya.

3. Setia dengan alfanumerik bita ganda

Mungkin ini adalah kesetiaan yang paling sering ditemukan dalam penerjemahan bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Alasannya adalah karena hurufnya sendiri sudah ditulis dalam huruf latin sehingga merasa tidak perlu untuk dituliskan kembali.

Contoh penulisan dengan alfanumerik bita ganda adalah seperti di bawah ini:

  • sampel
  • FY2020
  • Tokyo 2020

Penulisan dengan cara tersebut akan membuat huruf dan angka lebih lebar dari biasanya. Alfanumerik bita ganda tidak digunakan dalam pengetikan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, sekalipun tidak salah, akan lebih baik jika diketik ulang dengan menggunakan alfanumerik bita tunggal demi estetika penulisan.

  • sampel → sampel
  • FY2020  → FY 2020
  • Tokyo 2020 → Tokyo 2020

Demikian beberapa bentuk ‘kesetiaan’ berlebihan yang sering ditemukan dalam penerjemahan bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Dengan lebih banyak ‘menyeleweng’ ke arah bahasa Indonesia, penerjemahan pun akan menjadi lebih berterima, baik secara makna maupun secara pedoman penulisan.

Penerjemahan

Omotenashi: Keramahan Ala Jepang

Sebuah percakapan dalam suatu acara:

“Kenapa orang Jepang-nya pakai penerjemah? Padahal dia cukup fasih bahasa Inggris-nya.”

“Mungkin dia takut tamunya yang tidak bisa bahasa Inggris.”

“Ah, itu tidak mungkin. Tamunya, ‘kan, berpendidikan tinggi semua.”

Saya pernah mengalami percakapan sejenis beberapa kali. Seperti yang pernah saya gambarkan dalam komik 4 panel, ada kalanya salah satu pihak tidak dapat menangkap dengan baik bahasa Inggris pihak lain. Sehingga, keberadaan penerjemah dapat membantu agar penyampaian pesan menjadi jelas.

Satu hal lagi, menurut saya ini merupakan salah satu bentuk dari omotenashi orang Jepang. Omotenashi adalah cara dalam melayani tamu dengan tujuan membuat nyaman sang tamu. Kata omotenashi sendiri sudah ada sejak lama, tetapi kata ini menjadi sangat populer di Jepang karena presentasi Christel Takigawa di International Olympic Committee dalam rangka penentuan tuan rumah Olimpiade tahun 2020. Cara penyampaiannya yang unik ketika mengucapkan omotenashi, membuat kata ini menjadi kata populer di Jepang pada tahun 2013.

Dengan terpilihnya Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade tahun 2020, Jepang mulai berbenah untuk menyambut pada tamu yang akan datang ke negerinya. Hal ini mengingatkan saya ketika penyelenggaraan Piala Dunia tahun 2002. Ketika itu stasiun-stasiun besar yang ada di Jepang mulai dipasangi nama-nama stasiun dalam huruf latin. Selain itu, mereka juga menyiapkan peta area di sekitar stasiun dalam bahasa Inggris.

Belajar dari pengalaman penyelenggaraan Piala Dunia 2002, Jepang merasa mereka perlu meningkatkan lagi pelayanannya menjelang Olimpiade Tokyo 2020, khususnya karena adanya perbedaan budaya. Salah satu upayanya adalah dengan gencar memperkenalkan budaya mereka ke dunia agar orang asing tidak terlalu ‘kaget’ ketika datang Jepang.

Di dalam negeri pun mereka mulai berbenah dengan menempatkan orang-orang yang dapat berbahasa asing di tempat-tempat keramaian. Situs-situs wisata pun mulai tersedia tidak hanya dalam bahasa Inggris saja. Tokyo Disney Resort yang mengelola Tokyo Disneyland dan Tokyo DisneySea bahkan menyediakan situsnya dalam bahasa Indonesia.

Penerjemahan adalah menyampaikan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Dalam kasus bahasa Jepang, omotenashi merupakan pesan yang tersirat. Seorang penerjemah bahasa Jepang tentunya harus dapat menangkap pesan tersebut agar keramahan yang dimaksud oleh orang Jepang juga dapat tersampaikan dengan baik.

 

Penerjemahan

Berbicara dalam Bahasa yang (Tidak) Sama

Inti dari menerjemahan adalah menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Walaupun sepertinya mudah, perbedaan budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran membuat penerjemah harus dapat menyampaikan pesan tersebut dalam bahasa yang dimengerti oleh sasaran.

Contoh kata yang sederhana tetapi memiliki makna yang dalam adalah kaizen. Istilah yang populer berkat Toyata ini sering diterjemahkan sebagai perbaikan dalam bahasa Indonesia atau improvement dalam bahasa Inggris. 

Apakah ada yang salah dalam penerjemahan tersebut? Jawabannya tidak. Tetapi kemungkinan besar nuansa yang ditangkap akan berbeda dengan pemahaman orang Jepang. Bagi yang pernah bekerja di pabrik tentunya akan sering mendengar kata ini, tetapi mungkin sering juga dimarahi ketika terjadi lagi masalah yang sama padahal kaizen telah dilakukan.

Penyebabnya adalah perbedaan pemahaman mengenai kaizen itu sendiri. Orang Jepang berpikir apabila telah dilakukan kaizen, maka masalah yang sama seharusnya tidak terjadi kembali. Sementara bagi kebanyakan orang Indonesia, kaizen yang diterjemahkan sebagai perbaikan adalah yang penting tidak bermasalah lagi pada saat tersebut dan jika terjadi masalah kembali, maka cukup diperbaiki kembali.

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa “bahasa” yang dibicarakan sudah berbeda. Contoh lainnya dalam bahasa Indonesia: Konon, jika kita bertanya tentang jarak kepada orang Jawa dan ia mengatakan “dekat” yang disertai jempol sebagai penunjuk arah, maka itu artinya memang benar-benar dekat. Namun jika mengatakan “dekat” yang disertai dengan jari telunjuk sebagai penunjuk arah, maka sebenarnya jaraknya masih cukup jauh (mohon maaf jika contohnya salah).

Jika orang Jepang yang hanya mengerti bahasa Indonesia saja, kemungkinan besar dia akan menangkap bahwa kedua “dekat” tersebut memiliki makna yang sama. Kesalahpahaman akan makna yang sesungguhnya sering sekali terjadi pada orang Jepang yang baru bisa bahasa Indonesia. Sering kalanya hal-hal sederhana seperti inilah yang membuat komunikasi terhambat.

Say pribadi meyakini bahwa salah satu fungsi penerjemah adalah menjembatani perbedaan budaya tersebut. Saya pernah menjadi juru bahasa bagi orang Jepang yang menurut saya cukup fasih bahasa Indonesia-nya. Namun ia tetap menggunakan jasa saya sebagai juru bahasa pada saat meeting atau pertemuan penting karena ia mengatakan bahwa ia sering mengalami kesulitan memahami makna sesungguhnya yang disampaikan.

Dalam hal ini, juru bahasa khususnya juru bahasa konsekutif memiliki keuntungan dibandingkan penerjemah tulisan. Selain memiliki kesempatan untuk memberikan penjelasan tambahan, dapat berdiskusi terlebih dahulu mengenai tujuan yang hendak disampaikan membuat juru bahasa dapat menyiapkan strategi penerjemahan yang terbaik bagi sasarannya.

Bagaimana pun juga, pemahaman yang baik mengenai kebudayaan yang terkandung dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran akan membuat seorang penerjemah menjadi penyampai pesan yang efektif dan tepat sasaran. Kemudian yang paling penting adalah dapat berbicara dengan bahasa yang benar-benar sama (dimengerti) kepada sasarannya.

Penerjemahan

Proses Penerjemahan Komik Jepang

 Tahun ini saya memasuki tahun ke-6 sebagai penerjemah komik Jepang. Sudah lebih dari 20 judul dengan lebih dari 130 volume komik yang telah saya terjemahkan. Beberapa di antaranya ada yang sudah tamat, tetapi banyak juga yang masih berlangsung serinya.

Dalam blog ini saya pernah berbagi mengenai tips untuk mengikuti tes penerjemah komik. Kali ini saya hendak berbagi mengenai proses penerjemahan komik.

Proses pertama tentunya menerima komik yang akan diterjemahkan dari pihak penerbit. Selain salinannya, penerbit juga menyertakan komik aslinya. Tujuannya adalah untuk memeriksa kelengkapan halaman dan teks-teks yang tidak jelas dalam salinan.

  

Proses selanjutnya adalah memberi nomor pada balon-balon dialog, efek suara, narasi, dam teks-teks lainnya yang harus diterjemahkan. Nomor dituliskan secara berurutan dari 1 dengan menggunakan spidol berwarna merah. Pada saat memberikan nomor, kadang ada balon dialog atau teks yang terlewat untuk dinomori. Biasanya saya menyiasatinya dengan memberi tambahan “-1” dari nomor sebelumnya. Contohnya, jika dialog yang terlewat berada di antara no. 103 dan no. 104, maka saya akan beri nomor 103-1 untuk dialog yang terlewat tersebut.

  
Penomoran untuk teks tidak langsung dibubuhkan dalam kotak gambar, melainkan diberi tanda bitang (*). Nomornya sendiri dicantumkan di luar kotak gambar (contoh: *20). Hal ini dikarenakan komik-komik terbitan Level Comics umumnya tidak menerjemahkan teks yang ada di dalam kolom gambar.

  
Setelah penomoran selesai, barulah mulai diterjemahkan di komputer sesuai dengan nomornya. Satu komik rata-rata terdapat 1500 nomor. 

  
Proses selanjutnya adalah memeriksa hasil terjemahan secara keseluruhan. Selain memeriksa kalimat-kalimat yang janggal dan salah ketik, fungsinya adalah untuk mendapatkan gambaran keseluruhan untuk dibuatkan sinopsis yang biasanya dicetak di bagian belakang buku.

Setelah semuanya selesai, file terjemahan dikirim ke redaksi melalui surel. Sedangkan salinan dan komik aslinya dikirim melalui pos.

Batas waktu yang diberikan untuk menerjemahkan komik adalah 2 minggu untuk 1 komik. Bagi saya pribadi waktu yang diberikan tersebut sudah lebih dari cukup. Biasanya saya tidak memerlukan waktu yang lama jika hanya menerjemahkan komik (gambar). Namun untuk komik seperti The Drops of God atau Black Swindler, biasanya lebih lama karena ada narasi di bagian belakangnya.

Mudah-mudahan tulisan di atas bisa menjadi gambaran mengenai proses penerjemahan komik Jepang.

Penerjemahan

Proses Penerjemahan Komik Jepang

 Tahun ini saya memasuki tahun ke-6 sebagai penerjemah komik Jepang. Sudah lebih dari 20 judul dengan lebih dari 130 volume komik yang telah saya terjemahkan. Beberapa di antaranya ada yang sudah tamat, tetapi banyak juga yang masih berlangsung serinya.

Dalam blog ini saya pernah berbagi mengenai tips untuk mengikuti tes penerjemah komik. Kali ini saya hendak berbagi mengenai proses penerjemahan komik.

Proses pertama tentunya menerima komik yang akan diterjemahkan dari pihak penerbit. Selain salinannya, penerbit juga menyertakan komik aslinya. Tujuannya adalah untuk memeriksa kelengkapan halaman dan teks-teks yang tidak jelas dalam salinan.

  

Proses selanjutnya adalah memberi nomor pada balon-balon dialog, efek suara, narasi, dam teks-teks lainnya yang harus diterjemahkan. Nomor dituliskan secara berurutan dari 1 dengan menggunakan spidol berwarna merah. Pada saat memberikan nomor, kadang ada balon dialog atau teks yang terlewat untuk dinomori. Biasanya saya menyiasatinya dengan memberi tambahan “-1” dari nomor sebelumnya. Contohnya, jika dialog yang terlewat berada di antara no. 103 dan no. 104, maka saya akan beri nomor 103-1 untuk dialog yang terlewat tersebut.

  
Penomoran untuk teks tidak langsung dibubuhkan dalam kotak gambar, melainkan diberi tanda bitang (*). Nomornya sendiri dicantumkan di luar kotak gambar (contoh: *20). Hal ini dikarenakan komik-komik terbitan Level Comics umumnya tidak menerjemahkan teks yang ada di dalam kolom gambar.

  
Setelah penomoran selesai, barulah mulai diterjemahkan di komputer sesuai dengan nomornya. Satu komik rata-rata terdapat 1500 nomor. 

  
Proses selanjutnya adalah memeriksa hasil terjemahan secara keseluruhan. Selain memeriksa kalimat-kalimat yang janggal dan salah ketik, fungsinya adalah untuk mendapatkan gambaran keseluruhan untuk dibuatkan sinopsis yang biasanya dicetak di bagian belakang buku.

Setelah semuanya selesai, file terjemahan dikirim ke redaksi melalui surel. Sedangkan salinan dan komik aslinya dikirim melalui pos.

Batas waktu yang diberikan untuk menerjemahkan komik adalah 2 minggu untuk 1 komik. Bagi saya pribadi waktu yang diberikan tersebut sudah lebih dari cukup. Biasanya saya tidak memerlukan waktu yang lama jika hanya menerjemahkan komik (gambar). Namun untuk komik seperti The Drops of God atau Black Swindler, biasanya lebih lama karena ada narasi di bagian belakangnya.

Mudah-mudahan tulisan di atas bisa menjadi gambaran mengenai proses penerjemahan komik Jepang.

Penerjemahan

Teknologi dan Penerjemah

Dulu sebelum pergi ke Jepang untuk kuliah, modal saya adalah kamus bahasa Jepang-Indonesia yang tebalnya minta ampun. Setelah tiba di Jepang, saya mengetahui keberadaan kamus elektronik. Walaupun ketika itu hanya ada untuk pasangan Inggris-Jepang saja, kamus elektronik tersebut sudah sangat membantu karena saya dapat mengetahui cara baca kanjinya dengan menuliskannya di kamus tersebut.

Namun kamus elektronik versi tulis tersebut memiliki kekurangan, yaitu jumlah kosakatanya yang minim. Saya pun akhirnya membeli lagi kamus elektronik versi ketik yang kosakatanya lebih lengkap. Saya masih menggunakan kamus elektronik ini pada awal-awal saya menjadi penerjemah sekitar tahun 2005 hingga akhirnya rusak.

Kamus elektronik tersebut bisa dikatakan sebagai teknologi yang pertama kali saya gunakan sebagai penerjemah profesional selain komputer beserta piranti lunaknya.

Sekarang, teknologi yang saya pakai sudah semakin banyak mulai dari internet, CAT Tools, ponsel pintar dan sabak elektronik alias tablet. Adanya teknologi tersebut sangat menunjang pekerjaan saya sebagai penerjemah.

Jika dulu bingung dengan cara baca kanji, kini hal tersebut bisa diselesaikan dengan menyalinnya atau menulisnya di Google Translate. Bahkan jika malas menulisnya, cukup memfotonya saja melalui aplikasi Google Translate dan dalam sekejap muncullah cara bacanya beserta terjemahannya (terlepas dari terjemahannya sesuai atau tidak, ya).

Begitu juga untuk riset. Kadang-kadang ketika menerjemahkan, saya tidak tahu barangnya seperti apa dan prosesnya seperti apa. Jika sudah begitu, maka biasanya saya langsung kw Om Google danan syukur-syukur ada fotonya atau videonya di Youtube.

Untuk urusan efisiensi waktu, keberadaan CAT Tools juga membantu saya. Saya sendiri baru beberapa bulan ini saja memakai CAT Tools bernama SDL Trados Studio 2014. Sekarang masih suka bingung dengan shortcut-nya, tetapi lumayan membantu mempercepat proses terjemahan saya.

Beberapa yang saya sebutkan di atas adalah teknologi yang saya gunakan sebagai penerjemah (translator). Sebagai interpreter pun, sebenarnya ada teknologi yaang saya inginkan: Google Glass.

Seandainya saya memiliki alat tersebut, saya rasa alat tersebut dapat membantu saya untuk membuat terjemahan saya menjadi lebih baik. Terutama ketika mendengar istilah yang asing atau ketika lupa padanan katanya.

Semoga teknologi untuk interpreter pun semakin berkembang.

Penerjemahan

Computer Assisted Translation (CAT) Tool

Kadang-kadang saya menemukan kata atau kalimat yang berulang kali muncul dalam teks yang sama ketika sedang menerjemahkan. Biasanya saya pakai cara konvensional dengan “copy-paste” agar tetap menggunakan terjemahan yang sama.

Sebenarnya ada piranti lunak yang memudahkan penerjemah dalam bekerja. Piranti lunak yang dimaksud adalah Computer Assisted Translation (CAT) Tool. CAT berbeda dengan mesin penerjemah karena pada dasarnya hanya membantu saja. Proses penerjemahan tetap dilakukan oleh penerjemah. Namun jika teks asli dan teks terjemahannya tersimpan dalam data CAT, maka piranti lunak tersebut akan mengingat istilah atau kata yang pernah penerjemah gunakan. Sehingga ketika akan menerjemahkan dokumen lain, CAT dapat memberikan rekomendasi kata-kata yang bisa digunakan oleh penerjemah.

Merek piranti lunak CAT ada banyak dan harganya cukup mahal. Namun biasanya mereka menyediakan versi trial-nya secara gratis untuk waktu tertentu. Jika ingin menggunakan yang benar-benar gratis, tidak ada salahnya untuk mencoba Google Translator Toolkit.

Saya sendiri baru akhir-akhir ini mencoba menggunakannya sehingga belum terlalu paham dengan fungsi-fungsinya. Satu hal yang paling terasa adalah saya lebih mudah dalam menerjemahkan karena teksnya sudah terbagi-bagi menjadi satu kalimat-satu kalimat. Oleh karena terintegrasi dengan Google Translate, pada awalnya juga akan muncul terjemahan mesin versi Google-nya. Tentunya terjemahan tersebut perlu diperbaiki agar dapat dibaca lebih ‘alami’.

Sayangnya teks asli komik yang saya terjemahkan masih berupa hardcopy sehingga tidak bisa diunggah ke dalam CAT. Terpaksa masih harus menerjemahkannya secara manual… ( >_<)

Atau…

Sebenarnya ada cara untuk memasukkannya ke dalam CAT?

Penerjemahan

Domestication dan Foreignisation

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel media daring Jepang mengenai perubahan pada Doraemon sehubungan dengan akan ditayangkannya serial tersebut di Amerika Serikat. Perubahan yang dimaksud adalah dilakukannya lokalisasi termasuk penyesuaian dengan kebiasaan yang berlaku di Amerika.

Dalam artikel tersebut dijelaskan beberapa perubahannya sebagai berikut: pada adegan makan, adegan menggunakan sumpit diganti dengan garpu dan nasi omelet diganti dengan pancake. Nilai ulangan Nobita yang mendapat nilai 0 diganti dengan F (sesuai dengan metode penilaian di Amerika).

Nama-nama alat ajaib milik Doraemon juga diterjemahkan. Namun ini tidaklah aneh karena di Indonesia pun peralatan ajaib milik Doraemon juga di terjemahkan. Perubahan juga bahkan terjadi pada nama tokoh, contohnya Nobita menjadi Nobby dan Giant menjadi Big G.

Dalam penerjemahan dikenal metode yang disebut domestication dan foreignisation. Kedua istilah tersebut merujuk pada pendekatan mana yang digunakan oleh penerjemah ketika menerjemahkan. Apabila penerjemahannya lebih mendekati bahasa sasaran, maka penerjemah tersebut menggunakan metode domestication. Sebaliknya, apabila penerjemah lebih mendekati bahasa sumber, maka metode yang digunakan adalah foreignisation.

Dalam kasus Doraemon di Amerika Serikat yang saya sampaikan di atas, penerjemahannya harus mengambil metode domestication untuk menyesuaikan dengan perubahan yang dilakukan pada adegan-adegan dalam serial tersebut.

Ketika menerjemahkan komik Jepang, saya pun harus memutuskan apakah akan menggunakan metode domestication atau foreignisation. Pihak penerbit sebenarnya sudah memberikan aturan mengenai hal ini. Terutama untuk penggunaan kata panggilan seperti –san, -chan atau –kun memang tidak diperbolehkan. Lalu, apakah dengan demikian komik terjemahan saya bisa disebut sudah didomestikasi?

Saya pribadi akan mengatakan tidak. Khususnya karena tidak ada perubahan drastis seperti perubahan adegan seperti yang dilakukan pada contoh kasus Doraemon di atas. Terjemahannya cenderung foreignisation karena dalam beberapa kasus saya atau editor saya memberikan catatan kaki untuk menjelaskan istilah yang memang khusus atau tidak bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Metode manapun yang digunakan, pada akhirnya yang penting adalah keberterimaan pada pembacanya. Salah satu latar belakang munculnya fansub di internet adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap hasil terjemahan.

Para pembaca komik yang terhormat, semoga terjemahan saya dapat diterima oleh anda sekalian. ^^