Aplikasi, Interpreter

Berbagai Media Telekonferensi: Skype, Hangout, dan Zoom

Kemajuan teknologi sangat membantu agar orang tetap dapat “bertatap muka” walaupun melalui dunia maya. Saya sudah menggunakan Skype sejak masih kuliah di Jepang. Kecepatan internet yang masih terbatas pada saat itu memang tidak dapat menampilkan video yang jernih, khususnya ketika melakukan panggilan ke Indonesia. Namun, tetap saja sudah terasa luar biasa pada saat itu.

Ketika itu, sama sekali tidak terpikir bahwa nantinya akun Skype tersebut akan digunakan juga dalam pekerjaan. Satu hal yang saya syukuri adalah tidak membuat akun dengan nama yang “alay”. Pada saat awal-awal bekerja sama dengan agensi luar negeri, cukup sering komunikasi dilakukan menggunakan Skype. Namun, fitur yang lebih sering digunakan adalah fitur chat dibandingkan video call. Beberapa kali juga menggunakan fitur panggilan audio untuk virtual meeting dengan agensi dan user.

Sejak pandemi Covid-19 dan adanya himbauan untuk bekerja di rumah (WFH), bertambahlah aplikasi telekonferensi yang saya gunakan. Selain Skype, saat ini saya menggunakan Hangout dan Zoom. Aplikasi Hangout biasanya saya pakai untuk melakukan kuliah jarak jauh dengan mahasiswa saya. Sedangkan untuk pekerjaan, saat ini kebanyakan user meminta untuk menggunakan Zoom. Sejauh ini belum ada kendala yang berarti. Internet yang digunakan stabil sehingga kualitas suara maupun videonya bagus.

Hmm, apakah nantinya akan ada aplikasi lain lagi yang akan nge-tren?

Aplikasi

Menjelajahi Tempat Baru dan Menerjang Kemacetan

Pekerjaan sebagai interpreter lepas membuat saya mendatangi berbagai macam tempat. Ada tempat-tempat yang sudah saya ketahui sebelumnya, ada juga tempat-tempat yang benar-benar baru saya datangi untuk pertama kalinya. Tidak hanya di Jabodetabek saja, pernah juga saya diminta untuk bertemu di Cilegon atau Bandung. Biasanya klien lah yang menentukan ke mana tempat tujuan saya. 

Tentu saja saya tidak selalu mengetahui tempat-tempat yang dimaksud. Klien yang berasal dari Indonesia biasanya akan menjelaskan secara rinci cara untuk mencapai tujuan tersebut. Namun tidak demikian halnya dengan klien dari Jepang. Tidak jarang klien saya adalah orang yang baru pertama kali datang ke Indonesia, sehingga tidak bisa menjelaskan secara rinci bagaimana cara untuk mencapai tempat tujuan yang dimaksud.

Syukurlah saat ini sudah masuk dalam zaman internet. Keberadaan aplikasi Google Maps menjadi penolong dalam memberitahu tempat-tempat yang harus saya tuju. Fitur Street View-nya juga sangat membantu dalam memberikan patokan atau ciri-ciri mengenai tempat tersebut.


Untuk navigasi sendiri saya sering menggunakan aplikasi Waze. Aplikasi milik Google ini juga mampu memberikan informasi lalu lintas karena sifatnya yang crowdsource. Waktu tempuh yang diperkirakan pun cukup akurat, tetapi dengan catatan lalu lintasnya benar-benar bergerak walaupun kurang dari 10 km/jam. Apabila kondisinya macet total alias sama sekali tidak bergerak, barulah perkiraan waktu tempuhnya menjadi tidak bisa diandalkan. Untungnya aplikasi ini dapat menyarankan beberapa rute, sehingga selalu ada pilihan dalam mencapai tempat tujuan.

Banyak yang berpikir bahwa aplikasi ini memakan banyak data. Sebenarnya tidak. Aplikasi ini sebenarnya lebih banyak memakan daya baterai 😭. Namun untungnya karena digunakan dalam mobil, biasanya saya gunakan sambil dicolok ke pengisi daya dari pemantik api. Selain itu juga biasa saya matikan layarnya dan hanya mendengarkan instruksinya saja apabila berada di jalan tol atau jalan yang sudah saya kenal.

Bahasa yang digunakan untuk navigasi juga ada bermacam-macam. Salah satunya adalah bahasa Jepang. Saya sering menyarankan klien saya yang orang Jepang untuk mengunduh aplikasi ini agar mereka juga dapat memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mencapai tempat tujuan.

Mari kita bersama-sama menerjang kemacetan (^^)v