Interpreter, Penerjemah

Kepuasan Penerjemah, Bukan Berarti Kepuasan Pelanggan

Pada masa-masa awal menjadi juru bahasa (jurbah), saya pernah bekerja di sebuah pabrik komponen otomotif. Saya berusaha untuk menghafal istilah-istilah di pabrik tersebut karena sama sekali berbeda dengan latar belakang pendidikan saya.

Dalam suatu meeting, saya sangat senang karena dapat menerjemahkan semua dengan lancar. Ya, saya ingat semua istilahnya! Namun, saya perhatikan raut muka orang-orang tampak tidak puas. Padahal materi yang disampaikan bukanlah keluhan, melainkan berbagi informasi saja.

Sampai pada akhirnya, salah seorang memotong terjemahan saya dan berkata, “Maaf, bisa tolong sampaikan dengan lebih jelas? Saya dari tadi mendengar istilah yang asing semua. Coba diterjemahkan pakai bahasa yang biasa dipakai di sini.”

Beberapa tahun kemudian, saya menjadi penerjemah lepas komik. Saya berusaha menerjemahkan sebaik-baiknya agar sesuai dengan aslinya. Saya pun puas ketika berhasil menerjemahkan suatu istilah budaya Jepang ke dalam bahasa Jepang.

Setelah komik tersebut terbit, adik saya berkomentar, “Kalau yang baca pernah ke Jepang, mungkin bisa mengerti maksudnya. Kalau orang Indonesia pada umumnya pasti bingung dengan terjemahan ini.”

Ketika melanjutkan S2 dan mengikuti mata kuliah penerjemahan, almarhum Prof. Benny Hoed menjelaskan bahwa penerjemahan yang baik adalah penerjemahan yang berterima, bukan penerjemahan yang benar. Sekali pun hasil terjemahan benar sesuai dengan teks sumber, jika pembaca tidak memahaminya, hasil terjemahan itu tetap akan dinilai buruk oleh pembaca.

Itulah yang terjadi pada saya sebelumnya. Kedua pengalaman pribadi di atas adalah cerita tentang kepuasan saya karena telah menerjemahkan dengan benar. Saya hanya memikirkan diri saya dan sudah puas sebagai penerjemah karena berhasil menerjemahkannya. Sama seperti seorang mahasiswa yang berhasil menjawab soal ujian yang sulit. Saya tidak memikirkan bahwa ada orang yang akan membaca atau mendengarkan hasil terjemahan saya.

Proses penerjemahan bukan berakhir di tangan penerjemah atau jurbah, melainkan di tangan pembaca atau pendengarnya. Penerjemahan adalah sebuah jasa. Jika dilakukan dengan imbalan uang, berarti jasa tersebut adalah sebuah bisnis jasa profesional yang memiliki pelanggan. Agar bisnis dapat terus bertahan, pelaku bisnis harus memperhatikan kepuasan pelanggannya.

Dalam konteks jasa penerjemahan, kepuasan pelanggan dapat diukur dari keberterimaan hasil terjemahan. Pada contoh pengalaman saya yang pertama, saya berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal istilah-istilah yang digunakan di pabrik tersebut kebanyakan menggunakan bahasa Inggris dan Jepang. Pada contoh pengalaman yang kedua, saya berusaha untuk tidak mengubah istilah khas Jepang-nya. Padahal kebudayaan tersebut sangat asing di Indonesia.

Penerjemah atau jurbah harus mengetahui siapa pembaca atau pendengarnya. Dengan begitu, penerjemah atau jurbah dapat mencari strategi yang tepat agar hasil terjemahannya berterima. Bisa jadi dalam prosesnya membutuhkan upaya ekstra yang menguras waktu, tenaga, dan biaya. Namun, sekali lagi, semua itu adalah demi kepuasan pelanggan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s