Penerjemah

Penerjemah Bahasa Jepang Untuk Negosiasi Bisnis

Saat ini Jepang sedang gencar-gencarnya untuk mempromosikan teknologi yang dimilikinya ke luar negeri. Walaupun Jepang gagal bersaing dengan Tiongkok dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, hal tersebut tidak membuat perusahaan-perusahaan Jepang untuk berhenti mempromosikan keunggulan teknologinya.

Pemerintah Jepang, khususnya pemerintah daerah di tingkat prefektur (setingkat dengan provinsi di Indonesia) sangat gencar untuk membantu perusahaan-perusahaan yang ada di wilayahnya untuk melakukan promosi di luar negeri.

IMG_0052

Metode promosi yang dilakukan adalah dengan mengadakan acara yang biasanya disebut dengan business matching. Dalam acara tersebut, pemerintah prefektur di Jepang akan membawa beberapa perusahaan unggulan di daerahnya untuk dipertemukan dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tujuan perusahaan Jepang yang ikut serta di dalamnya bermacam-macam, ada yang hanya ingin menjual produknya saja, ada juga yang ingin mencari mitra bisnis untuk membuat perusahaan patungan di Indonesia dan ada juga yang justru mencari perusahaan Indonesia sebagai pemasok mereka.

Business matching ini tentunya tidak akan berjalan lancar jika komunikasi antara perusahaan Jepang dan Indonesia tidak berjalan dengan lancar. Seorang penerjemah yang paham akan bisnis di Jepang dan Indonesia dapat menjembatani komunikasi tersebut agar kebutuhan dari kedua belah pihak dapat diketahui oleh masing-masing.

Bagi yang membutuhkan penerjemeh bahasa Jepang untuk negosiasi bisnis, silakan untuk menghubungi saya melalui email di: me@hanifcahyono.com

Penerjemah

Penerjemah Bahasa Jepang Untuk Masalah Ketenagakerjaan

Jepang merupakan salah satu negara sahabat yang penting bagi Indonesia. Sekalipun Jepang pernah menjajah Indonesia, tidak sedikit “balas budi” yang diberikan oleh Jepang kepada Indonesia seperti pemberian beasiswa, bantuan hibah hingga investasi.

Berdasarkan data dari JETRO, jumlah perusahaan Jepang di Indonesia per Maret 2014 adalah sebanyak 1496 perusahaan. Masih berdasarkan JETRO, masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan Jepang di Indonesia saat ini adalah semakin tingginya upah tenaga kerja.

Permasalahan seputar ketenagakerjaan memang sering didengar akhir-akhir ini, terutama mengenai tuntutan kenaikan upah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Komunikasi yang baik antara pihak manajemen dan pekerja harus terjadi agar tidak terjadi kesalahpahaman di kedua belah pihak. Seorang penerjemah bahasa Jepang yang memahami masalah ketenagakerjaan dapat menjembatani komunikasi antara manajemen Jepang dengan pekerja Indonesia.

Bagi yang membutuhkan penerjemah bahasa Jepang untuk bidang ketenagakerjaan, dapat menghubungi saya melalui email di me@hanifcahyono.com

Belajar Bahasa Jepang

Belajar Bahasa Jepang dari TV Berbayar

Suatu kali, pernah ada orang Jepang yang berkata kepada saya seperti ini,

“Kemarin saya menonton anime Jepang di TV berbayar. Maksud saya adalah untuk belajar bahasa Indonesia karena ada subtitlenya. Tapi kok, ketika saya perhatikan terjemahannya berbeda ya? Penerjemahnya tidak mengerti atau apa?”

Mungkin di antara pembaca blog ini yang mengerti bahasa Jepang juga pernah punya pengalaman seperti di atas. Dialog dalam bahasa Jepang mengatakan A, tetapi terjemahannya menjadi B. Seakan-akan tidak sesuai antara dialog asli dengan terjemahannya.

Namun pernahkah Anda mengganti audionya dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris? Jika ya, maka pasti akan terima dengan hasil terjemahan tersebut. Ya, perlu diketahui bahwa film Jepang (termasuk anime, dokumenter dsb.) yang di TV berbayar di Indonesia tidak diterjemahkan dari bahasa Jepang, melainkan dari bahasa Inggris. Saya pribadi tidak dapat mengatakan bahwa semuanya seperti itu. Namun berdasarkan pengalaman saya pribadi, sepertinya hampir semuanya memang diterjemahkan dari bahasa Inggris. Hal tersebut tentunya akan mengganggu bagi orang Jepang yang hendak belajar bahasa Indonesia melalui media film seperti orang Jepang yang saya ceritakan di atas.

Terlepas dari bahasa sumbernya, acara-acara berbahasa Jepang di TV berbaya tetap dapat menjadi untuk bahan belajar bahasa Jepang. Terutama untuk  melatih pendengaran, pelafalan, ekspresi dan tempo berbicara. Selain Animax yang menayangkan anime-anime Jepang, terdapat juga saluran Waku Waku Japan yang menayangkan drama, hiburan dan dokumenter. Kedua saluran tersebut memiliki subtitle dalam bahasa Indonesia sehingga tidak perlu khawatir jika belum bisa menyimak dengan baik dalam bahasa Jepang.

Jika bahasa Jepang sudah tidak masalah, menonton NHK World Premium juga bisa menjadi pilihan. Bagi sebagian orang, NHK terkesan lebih banyak menyiarkan berita. Namun sebenarnya itu adalah sungguh tidak benar. NHK World Premium juga menayangkan drama, dokumeter, hiburan bahkan acara komedi.

Bagi yang sedang belajar untuk JLPT, tidak ada salahnya untuk memanfaatkan TV berbayar sebagai sarana untuk belajar.

Selamat mencoba v(^^)

Penerjemahan

Domestication dan Foreignisation

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel media daring Jepang mengenai perubahan pada Doraemon sehubungan dengan akan ditayangkannya serial tersebut di Amerika Serikat. Perubahan yang dimaksud adalah dilakukannya lokalisasi termasuk penyesuaian dengan kebiasaan yang berlaku di Amerika.

Dalam artikel tersebut dijelaskan beberapa perubahannya sebagai berikut: pada adegan makan, adegan menggunakan sumpit diganti dengan garpu dan nasi omelet diganti dengan pancake. Nilai ulangan Nobita yang mendapat nilai 0 diganti dengan F (sesuai dengan metode penilaian di Amerika).

Nama-nama alat ajaib milik Doraemon juga diterjemahkan. Namun ini tidaklah aneh karena di Indonesia pun peralatan ajaib milik Doraemon juga di terjemahkan. Perubahan juga bahkan terjadi pada nama tokoh, contohnya Nobita menjadi Nobby dan Giant menjadi Big G.

Dalam penerjemahan dikenal metode yang disebut domestication dan foreignisation. Kedua istilah tersebut merujuk pada pendekatan mana yang digunakan oleh penerjemah ketika menerjemahkan. Apabila penerjemahannya lebih mendekati bahasa sasaran, maka penerjemah tersebut menggunakan metode domestication. Sebaliknya, apabila penerjemah lebih mendekati bahasa sumber, maka metode yang digunakan adalah foreignisation.

Dalam kasus Doraemon di Amerika Serikat yang saya sampaikan di atas, penerjemahannya harus mengambil metode domestication untuk menyesuaikan dengan perubahan yang dilakukan pada adegan-adegan dalam serial tersebut.

Ketika menerjemahkan komik Jepang, saya pun harus memutuskan apakah akan menggunakan metode domestication atau foreignisation. Pihak penerbit sebenarnya sudah memberikan aturan mengenai hal ini. Terutama untuk penggunaan kata panggilan seperti –san, -chan atau –kun memang tidak diperbolehkan. Lalu, apakah dengan demikian komik terjemahan saya bisa disebut sudah didomestikasi?

Saya pribadi akan mengatakan tidak. Khususnya karena tidak ada perubahan drastis seperti perubahan adegan seperti yang dilakukan pada contoh kasus Doraemon di atas. Terjemahannya cenderung foreignisation karena dalam beberapa kasus saya atau editor saya memberikan catatan kaki untuk menjelaskan istilah yang memang khusus atau tidak bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Metode manapun yang digunakan, pada akhirnya yang penting adalah keberterimaan pada pembacanya. Salah satu latar belakang munculnya fansub di internet adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap hasil terjemahan.

Para pembaca komik yang terhormat, semoga terjemahan saya dapat diterima oleh anda sekalian. ^^

Penerjemahan

Tes Penerjemah Subtitle Film

Saya pernah mendapat tawaran untuk mengikuti tes sebagai penerjemah subtitle film di salah satu penyedia TV berbayar. Saya mengiyakan tawaran tersebut karena saya rasa itu akan menambah pengalaman saya sebagai penerjemah.

Materi tes yang diberikan adalah menerjemahkan cuplikan acara (sekitar 10 menit) dari bahasa asing ke bahasa Indonesia dalam waktu 1 jam. Di sini kemampuan untuk mendengarkan (listening) sangat dibutuhkan karena pada saat tes tidak diberikan skrip dalam bahasa aslinya. Kalimat-kalimat dalam acara tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sesuai dengan format yang telah ditentukan.

Untuk tesnya sendiri hanya menerjemahkan saja tanpa melakukan timing (menyesuaikan kapan teks terjemahan harus tampil dalam gambar). Waktu yang disediakan adalah 1 jam dan pada hari itu juga hasilnya diumumkan. Apabila dinyatakan lolos, nanti akan diberikan 1 keping DVD berisi sebuah acara utuh untuk latihan menerjemahkan sekaligus timing dengan menggunakan piranti lunak.

Menurut saya sendiri, tingkat kesulitan menerjemahkannya relatif karena tergantung dari konten acara atau filmnya. Hal yang cukup sulit adalah justru menggunakan piranti lunak untuk timing-nya karena bisa memakan waktu lebih banyak dibandingkan dengan menerjemahkan konten itu sendiri. Namun apabila sudah cukup familiar dengan short key-nya, sebenarnya tidak terlalu sulit.

Jika dibandingkan dengan menerjemahkan komik, saya rasa menerjemahkan subtitle adalah seperti menjadi penerjemah dan editornya sekaligus. Ketika menerjemahkan komik, saya hanya cukup fokus dalam proses menerjemahkannya saja. Hal-hal yang berkaitan dengan penempatan ke dalam balon-balon dialog, tidak menjadi tugas saya. Sedangkan dalam menerjemahkan subtitle, selain menerjemahkan, saya juga harus menentukan kapan teks tersebut harus muncul dalam gambarnya.

Tips saya bagi yang ingin mengikuti tes sebagai penerjemah subtitle film:

– Tidak perlu terburu-buru hendak menyelesaikan materi tes. Fokus saja dengan yang bisa dikerjakan.

– Perhatikan penggunaan EYD.

– Ketika hendak memotong kalimat, pastikan agar kalimat berikutnya berbentuk utuh sehingga tidak membingungkan penonton.

Contoh: Dia adalah anak…              →            Dia adalah…

              …tetangga yang hilang.                     …anak tetangga yang hilang.

– Tidak ada hubungannya langsung dengan proses penerjemahan, tetapi pendingin ruangan (AC) di tempat saya tes sangat dingin. Ada baiknya untuk bawa jaket juga.

Jika diberi DVD untuk latihan, usahakan untuk kuasai short key­ piranti lunak subtitling-nya karena akan lebih cepat dibandingkan klak-klik dengan menggunakan tetikus (mouse).

Semoga bermanfaat. Selamat mencoba dan semoga berhasil ^^

Penerjemahan

Kewajaran Bahasa

Menerjemahkan adalah sebuah proses untuk menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Bahasa sumber dan bahasa sasaran tidak selalu memiliki tata bahasa yang sama. Oleh karena itu, penerjemah harus menyesuaikan tata bahasa dalam bahasa sasarannya. Tujuannya adalah agar naskah terlihat ‘wajar’ ketika dibaca oleh pembaca bahasa sasaran. Inilah yang disebut dengan kewajaran bahasa.

Di bawah ini adalah contoh terjemahan yang biasa saya temukan:

2014年1月1日(水)        diterjemahkan: 1 Januari 2014 (Rabu)

Terjemahan di atas adalah benar, tetapi tidak wajar. Mengapa? Karena di Indonesia, kita biasa menulis tanggal seperti di bawah ini:

Rabu, 1 Januari 2014

Ketidakwajaran seperti di atas biasa terjadi karena cenderung untuk mengikuti bentuk bahasa sumbernya dengan mengabaikan bahasa sasarannya. Padahal kualitas terjemahan akan dinilai dari bahasa sasarannya.

Ketika baru mulai menjadi penerjemah, saya juga sering terlalu fokus dengan tata bahasa Jepang. Bahkan sampai letak tanda baca (titik koma) dan tanda petiknya pun mengikuti pola dalam bahasa Jepang.

Tanda petik Jepang: 「 」

Penting bagi penerjemah untuk membaca kembali hasil terjemahannya. Tidak hanya untuk memeriksa salah ketik saja, tetapi juga untuk memastikan agar hasil terjemahannya terasa “wajar” ketika dibaca tanpa dibandingkan dengan sumbernya. Mohon diingat, menerjemahkan bukanlah mengganti bahasa sumber menjadi bahasa sasaran. Melainkan menyampaikan isi dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

Mari kita sampaikan pesan yang benar dan wajar ^^

Uncategorized

Reimburse

“Apa Bahasa Indonesia-nya seisan (精算)?”

“Hmm, biasanya di sini pakai Bahasa Inggris, bilang saja reimburse

 

Itu adalah penggalan pertanyaan dari orang Jepang ke saya. Setelah mendapat pertanyaan tersebut, saya mencoba untuk mencaritahu apa Bahasa Indonesia untuk kata “reimburse” tersebut. Pertama, saya pastikan dulu definisi reimburse tersebut. Saya mengeceknya di kamus Oxford daring. Di sana tertera seperti ini:

 

Reimburse

verb

[with object]

repay (a person who has spent or lost money)

(sumber: http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/reimburse?q=reimburse)

 

Lalu bagaimana dengan ‘seisan’? Selama ini sepemahaman saya yang dimaksud dengan seisan adalah meminta penggantian pembayaran. Namun setelah mendapat pertanyaan di atas, saya jadi ragu apakah pemahaman saya selama ini benar atau salah. Maka saya cek kembali di kamus daring. Di sana tertera seperti ini:

 

せい‐さん 【精算】

[名](スル)金額などをこまかく計算すること。特に、料金などの過不足を計算しなおすこと。「乗り越し運賃を―する」「―所」

(sumber: http://kotobank.jp/word/%E7%B2%BE%E7%AE%97)

 

Nah, lho!? Kok, malah berbeda jauh. Jika saya artikan definisi di atas secara sederhana seisan adalah menghitung jumlah (uang) dengan rinci, terutama menghitung kekurangan pembayaran.

 

Mengapa berbeda sekali dengan pemahaman saya selama ini? Ketika saya mencoba mencari-cari lagi. Saya temukan jawaban terhadap perbedaan tersebut di sini:

http://english.evidus.com/magazine/ibunka/92.html

 

Berdasarkan penjelasan tersebut, intinya adalah seisan memiliki makna yang cukup luas tergantung pada penggunaannya. Sehingga pemahaman saya sebagai ”penggantian pembayaran” pun tidak salah.

 

Setelah memastikan definisi masing-masing dari seisan dan reimburse, kembali ke pertanyaan asal: apa Bahasa Indonesia-nya?

 

Secara pribadi, saya rasa ’penggantian pembayaran’ bisa digunakan sebagai terjemahan untuk seisan.

Contoh kalimat:

 

「先週の出張の精算をお願いします」

”Saya mau meminta penggantian pembayaran perjalanan dinas minggu lalu”

 

Hmm, jika mengatakan kalimat di atas secara lisan, kedengarannya begitu kaku jika dibandingkan dengan bahasa yang lebih pragmatis:

 

”Mau reimburse uang business trip minggu lalu, dong”

 

Mari kita gunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar ^^

Uncategorized

Bikin gambatte?

Banyak produk Jepang yang beredar di Indonesia. Produk tersebut ada mobil, motor, kosmetik hingga makanan dan minuman. Sebagian besar dalam promosinya menegaskan bahwa produknya memang berasal dari Jepang. Hal ini sah-sah saja selama memang benar produk tersebut merupakan brand dari Jepang. Bahkan ada juga yang menggunakan bahasa Jepang sebagai ‘bumbu-bumbu’ dalam promosinya. Nah, untuk yang satu ini, ada sebuah iklan di TV yang cukup menggelitik saya. Sebenarnya iseng juga saya membahas ini, tapi iklan ini memang sudah membuat saya berdiskusi dengan beberapa orang yang bisa berbahasa Jepang (dan semua orang bilang saya kok iseng banget ngurusin kaya gini).

Iklan tersebut adalah iklan minuman teh (ocha) dalam kemasan botol PET. Dalam iklan teh yang mereknya berarti ‘masa depan’ ini, ada versi seorang karyawan laki-laki yang mengejar bosnya untuk mendapatkan tanda tangan sang bos. Sebelum mengejar sang bos, si karyawan minum teh kemasan tersebut dan mengucapkan “gambatte“. Setelah itu adegan berlanjut ke sang karyawan dibonceng sepeda motor (mungkin ojek) untuk mengejar sang bos sambil berteriak “gambatte“. Setelah berhasil mendapatkan tanda tangan, iklan pun ditutup dengan tagline, “teh yang bikin gambatte“.

Penggunaan kata “gambatte” dalam iklan tersebut lah yang menggelitik saya untuk menulis ini. Bentuk kamus dari gambatte adalah gambaru. Kata ini memang sulit untuk diterjemahkan, tetapi masih sepadan dengan kata berusaha, bersemangat atau berjuang. Perubahan bentuk kamus menjadi bentuk –te dapat diartikan menjadi dua. Pertama, sebagai bentuk sambung. Maksudnya, setelah kata gambatte, seharusnya terdapat kata lagi sesudahnya. Contoh, … kare wa gambatte, joushi o otta . Kedua, singkatan dari –tekudasai. Contoh, gambattekedasai.

Berdasarkan keterangan di atas, menurut hemat saya penggunaan kata gambatte dalam iklan tersebut kurang tepat. Kata gambatte tidak bisa dianggap sebagai bentuk sambung karena hanya digunakan secara mandiri.

Namun jika maksudnya adalah gambattekudasai, maka akan menjadi konyol karena sang karyawan berteriak gambatte seolah-olah orang disekitarnya yang sedang berusaha. Padahal yang berusaha dalam iklan tersebut adalah karyawan itu sendiri. Dengan demikian, tagline-nya pun menjadi terasa aneh. Dengan mengatakan “… bikin gambatte“, saya menangkap kesan kalimatnya belum tuntas. Jika diterjemahkan akan menjadi seperti “bikin berusaha dan… (?)”.

Kesimpulannya menurut saya, jika maksud dari copywritter adalah “teh yang bikin jadi punya semangat”, maka saya rasa akan tepat jika menggunakan bentuk kamusnya (teh yang bikin gambaru). Saya mencoba untuk melihatnya dari sisi penerjemahan karena tidak punya latar belakang ilmu linguistik. Minasan, ikagadeshouka?

Uncategorized

Bahasa Jepang Kuno

Dulu ketika menerjamahkan komik Hikayat Genji, kesulitan terbesar yang saya hadapi adalah bahasa jepang kuno. Dalam komik tersebut banyak adegan surat menyurat maupun waka (puisi Jepang kuno). Saya sendiri tidak pernah belajar tentang bahasa Jepang kuno. Teman-teman orang Jepang saya pun tidak semuanya mengerti mengenai ini. Pada saat itu saya berusaha untuk memaknai setiap huruf kanji, sementara untuk hiragana-nya saya setengah menebak padanan kata dalam bahasa Jepang modern-nya.

Beberapa waktu yang lalu saya menemui lagi waka yang menggunakan bahasa Jepang kuno dalam komik. Waka dalam komik tersebut merupakan kunci dari alur cerita dan kata kuncinya ditulis dalam hiragana. Maksud dari komikusnya adalah menggunakan cara baca yang sama untuk kanji yang akan menjadi 2 kata yang berbeda. Permainan kata khas Jepang…

Nah, disaat saya bingung mencari arti dari kata dalam bahasa Jepang kuno tersebut. Saya menyadari bahwa di kamus daring weblio ternyata terdapat kamus bahasa Jepang kuno (Kogo Jiten 古語辞典). Wow, ini sungguh sangat membantu.

Bagi yang ingin mencoba, silakan klik di sini. Lumayan buat yang ingin mengerti manyoshu 万葉集.

Uncategorized

Teori Penerjemahan

Saya cukup beruntung karena pernah memperoleh kesempatan untuk mendengarkan materi mengenai teori penerjemahan dari Prof. Benny Hoed. Beliau adalah mantan Ketua Himpunan Penerjemah Indonesia dan dosen di Universitas Indonesia. Beliau memang bukan seorang ahli bahasa Jepang, tetapi materi yang disampaikannya berlaku umum untuk penerjemahan, Berikut ini saya akan coba untuk menuliskan kembali apa yang pernah saya peroleh dari beliau.

Penerjemahan adalah mengganti teks dalam suatu bahasa (Bahasa Sumber/BSu) dengan teks yang sepadan dalam bahasa yang lain (Bahasa Sasaran/BSa) [Catford, 1964]. Lebih tepat lagi, penerjemahan adalah mengungkapkan kembali ke dalam suatu bahasa (BSa), pesan (message) yang dinyatakan dalam bahasa yang lain (BSu) [Nida & Taber, 1974).

Definisi diatas mengindikasikan bahwa penerjemahan bukan sekedar menterjemahkan kata-kata asing ke dalam bahasa Indonesia berdasarkan kamus semata. Pada dasarnya kalimat-kalimat sederhana dapat diterjemahkan langsung dengan mencari terjemahan dari kata di kamus. Namun perlu diperhatikan, contohnya bahasa Jepang yang memiliki partikel. Demikian juga  bahasa Indonesia yang memiliki imbuhan. Hal-hal seperti inilah yang perlu diketahui sehingga bisa ditangkap pesan yang sesungguhnya.

Seperti yang disampaikan oleh Prof. Benny, terjemahan yang BETUL adalah yang BERTERIMA (acceptable). Oleh karena itu, seorang penerjemah harus tahu siapa yang akan membaca terjemahannya dan tujuan dari penerjemahan tersebut.

Saya akan mengambil contoh diri saya sendiri. Saya adalah seorang penerjemah komik. Saya asumsikan pembacanya berusia rata-rata 15-30 tahun. Tujuan mereka membaca komik adalah mencari hiburan ringan. Berdasarkan analisis tersebut, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa saya bisa menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku. Tentunya saya juga harus mematuhi batasan-batasan penggunaan bahasa yang sudah ditentukan oleh penerbit. Jika komik-komik terjemahan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sudah bisa dipastikan tujuan para pembaca untuk mencari hiburan tidak tercapai.

Dalam melakukan penerjemahan, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan. Disini saya hanya akan tuliskan prosedur yang dibuat oleh Newmark (1988). Newmark menyatakan bahwa penerjemahan terdiri dari 4 level:

1. The Textual Level: Memahami isi dari tulisan dalam bahasa sumber

2. The Referential Level: Mencari referensi mengenai istilah, kegiatan, peristiwa dsb. yang terdapat dalam bahasa sumber

3. The Cohesive Level: Menyatukan kalimat-kalimat yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran

4. The Level of Naturalness: Memperbaiki struktur bahasa yang sudah diterjemahkan agar bisa dibaca secara alami oleh pembaca sasaran.

Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana saya bisa tahu bahwa terjemahan saya sudah terasa “alami”. Cara paling mudah adalah meminta orang lain untuk membaca hasil terjemahan yang sudah kita buat. Lebih baik lagi orang yang tidak tahu/mengerti bahasa sumber tulisan. Saya sendiri kadang suka meminta keluarga saya untuk membaca hasil terjemahan saya, terutama yang sumbernya dari kalimat yang cukup panjang atau humor-humor dalam bahasa Jepang untuk melihat apakah mereka akan bingung atau mengerti dengandengan kalimat yang saya terjemahkan.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa berguna bagi pembaca yang terlibat dalam dunia penerjemahan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Benny Hoed atas materinya yang sangat bermanfaat, baik secara akademis maupun praktis.

Doumo arigatougozaimashita.