Saya cukup beruntung karena pernah memperoleh kesempatan untuk mendengarkan materi mengenai teori penerjemahan dari Prof. Benny Hoed. Beliau adalah mantan Ketua Himpunan Penerjemah Indonesia dan dosen di Universitas Indonesia. Beliau memang bukan seorang ahli bahasa Jepang, tetapi materi yang disampaikannya berlaku umum untuk penerjemahan, Berikut ini saya akan coba untuk menuliskan kembali apa yang pernah saya peroleh dari beliau.
Penerjemahan adalah mengganti teks dalam suatu bahasa (Bahasa Sumber/BSu) dengan teks yang sepadan dalam bahasa yang lain (Bahasa Sasaran/BSa) [Catford, 1964]. Lebih tepat lagi, penerjemahan adalah mengungkapkan kembali ke dalam suatu bahasa (BSa), pesan (message) yang dinyatakan dalam bahasa yang lain (BSu) [Nida & Taber, 1974).
Definisi diatas mengindikasikan bahwa penerjemahan bukan sekedar menterjemahkan kata-kata asing ke dalam bahasa Indonesia berdasarkan kamus semata. Pada dasarnya kalimat-kalimat sederhana dapat diterjemahkan langsung dengan mencari terjemahan dari kata di kamus. Namun perlu diperhatikan, contohnya bahasa Jepang yang memiliki partikel. Demikian juga bahasa Indonesia yang memiliki imbuhan. Hal-hal seperti inilah yang perlu diketahui sehingga bisa ditangkap pesan yang sesungguhnya.
Seperti yang disampaikan oleh Prof. Benny, terjemahan yang BETUL adalah yang BERTERIMA (acceptable). Oleh karena itu, seorang penerjemah harus tahu siapa yang akan membaca terjemahannya dan tujuan dari penerjemahan tersebut.
Saya akan mengambil contoh diri saya sendiri. Saya adalah seorang penerjemah komik. Saya asumsikan pembacanya berusia rata-rata 15-30 tahun. Tujuan mereka membaca komik adalah mencari hiburan ringan. Berdasarkan analisis tersebut, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa saya bisa menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku. Tentunya saya juga harus mematuhi batasan-batasan penggunaan bahasa yang sudah ditentukan oleh penerbit. Jika komik-komik terjemahan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sudah bisa dipastikan tujuan para pembaca untuk mencari hiburan tidak tercapai.
Dalam melakukan penerjemahan, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan. Disini saya hanya akan tuliskan prosedur yang dibuat oleh Newmark (1988). Newmark menyatakan bahwa penerjemahan terdiri dari 4 level:
1. The Textual Level: Memahami isi dari tulisan dalam bahasa sumber
2. The Referential Level: Mencari referensi mengenai istilah, kegiatan, peristiwa dsb. yang terdapat dalam bahasa sumber
3. The Cohesive Level: Menyatukan kalimat-kalimat yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran
4. The Level of Naturalness: Memperbaiki struktur bahasa yang sudah diterjemahkan agar bisa dibaca secara alami oleh pembaca sasaran.
Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana saya bisa tahu bahwa terjemahan saya sudah terasa “alami”. Cara paling mudah adalah meminta orang lain untuk membaca hasil terjemahan yang sudah kita buat. Lebih baik lagi orang yang tidak tahu/mengerti bahasa sumber tulisan. Saya sendiri kadang suka meminta keluarga saya untuk membaca hasil terjemahan saya, terutama yang sumbernya dari kalimat yang cukup panjang atau humor-humor dalam bahasa Jepang untuk melihat apakah mereka akan bingung atau mengerti dengandengan kalimat yang saya terjemahkan.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa berguna bagi pembaca yang terlibat dalam dunia penerjemahan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Benny Hoed atas materinya yang sangat bermanfaat, baik secara akademis maupun praktis.
Doumo arigatougozaimashita.